Bisnis saya berawal dari 4 tahun lalu di bidang kuliner. Saat itu saya masih di bangku sekolah dan saya memang suka berjualan dari SMP meskipun bukan produk sendiri. Pada tahun 2014, saya mencoba membuat kue canai bermodal dari hasil uang jualan yang saya sisihkan sedikit demi sedikit. Proses saya belajar untuk membuat kue tersebut sampai 1 tahun lamanya hingga saya merasa kue buatan saya dari tekstur dan rasanya sudah layak dijual. Awalnya saya menjual untuk keluarga saya saat ada acara tertentu, kemudian barulah saya memasarkan ke umum. Dengan melewati berbagai kendala dan terus mencoba dengan tekun, saya bisa menjalankan usaha saya sampai sekarang. Kendala selama ini yaitu soal pemasaran dan metode yang baik.
Alasan saya ikut supaya tau bagaimana menjadi womenpreneur yang berkelas dan unggul, serta bisa bersaing antar competitor dengan baik.
Category: Peserta IWPC 22
Fashion manjadi pilihan dalam perjalanan bisnisnya
Bisnis bukan hal yang asing lagi bagi saya karena sebagian keluarga besar berprofesi sebagai pedagang. Mama memilih saya pensiun dini dari PNS supaya lebih fokus berbisnis komoditas dan property bersama papa saya. Sejak kecil saya suka sekali berjualan mulai membuka penyewaan komik dan berjualan makanan. Saat kuliah saya juga menerima pesanan brownies, berjualan jilbab, serta menjadi reseller produk fashion.
Saat berdagang rasanya ada kepuasan dan semangat dalam batin. Gairah ini muncul lagi ketika saya menyelesaikan kuliah di Fak Psikologi UGM, menikah dan mempunyai anak. Disaat kawan-kawan saya menjadi dosen dan PNS, saya seolah melupakan ijazah S2 dan sibuk mencoba berbisnis lagi. Tahun 2012 saya mencoba membuat satu produk baju menyusui dengan brand Lactivers. Ide awalnya bermula dari kesulitan saya menemukan pakaian yang nyaman untuk menyusui saat mempunyai anak pertama. Tanpa punya kemampuan mendesain baju dan modal saya coba mulai memasarkan lewat FB melalui sistem Pre Order. Di luar dugaan ternyata lumayan banyak peminatnya. Omset saat itu sekitar 15jt/bln, lumayanlah untuk seorang ibu yang bekerja dari rumah mengisi kesibukan sambil mengasuh anak. Lactivers juga sempat masuk menjadi finalis ajang wirausaha muda yang diadakan Shell LiveWire. Persaingan baju menyusui dipasaran semakin banyak. Banyak kendala yang saya hadapi mulai dari tahap produksi, pemasaran serta kesulitan mengelola SDM. Selama ini saya mengelola semuanya bermodalkan “naluri” saja sehingga semua berjalan mengalir saja tanpa perencanaan dan semua saya kerjakan sendiri. Beberapa kali tertipu rekan kerja, supliyer kain, penjahit maupun karyawan sendiri. Masuk tahun ke-4 Lactivers mati karena saya harus hijrah ke Balikpapan mengikuti suami.
Jiwa dagang saya bergejolak lagi. Tahun 2016 saya kembali merintis usaha gamis & hijab anak dengan brand Little Saliha. Berawal dari keinginan mengajarkan kedua anak perempuan saya menutup aurat sejak dini. Pakaian anak dipasaran sangat beragam modelnya “cantik” sayangnya tidak ada yang lengan panjang/muslim. Akhirnya terpikir untuk bekerja sama dengan lulusan fashion design mencoba membuat dress muslim & hijab yang modelnya tidak pasaran. Dengan segmen pasar menengah akhirnya produk Little Saliha dipercaya untuk menyuplai secara kontinyu di beberapa cabang butik muslim serta baby shop. Omset sekitar 300jt/tahun. Di tahun ke-3 Little Saliha mempunyai tempat produksi sendiri (1 karyawan tetap, 8 orang tenaga borongan), 1 CS dan 1 Freelance marketing.
Kendala yang dihadapi saat ini :
- Bagaimana cara mengembangkan pemasaran secara online karena selebumnya fokus ke pemasaran offline. Untuk produksi sebenarnya sudah siap tinggal menambah kapasitasnya saja.
- Administrasi belum rapi
- Masih kebingungan membuat produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar karena selama ini hanya intuisi saja
- Mengelola usaha jarak jauh. Saya tinggal di Balikpapan sedangkan produksi ada di Klaten
Alasan ikut WPC :
- Ingin belajar mengelola bisnis secara professional. Selama ini belajar bisnis hanya setengah-setengah, harapannya ikt WPC bs memahami bisnis secara komprehensif
- Menambah networking